Akhir-akhir ini terjadi peristiwa yang cukup menguras energi umat Islam. Dari rentetan peristiwa itu banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dan dicermati. Makin tampak jiwa-jiwa yang mengaku muslim tetapi tidak bangga dengan keislamannya.
Secara nalar sehat, seorang muslim pasti akan membela sesuatu yang menjadi pegangan hidupnya, yakni Al-Quran. Dan tentu saja sebagai seorang muslim sejati harusnya membenci setiap orang yang mencela firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril ini.
Namun, terkadang nalar sehat yang dapat dicerna siapapun yang waras jiwanya ini tidak sejalan dengan fakta yang terjadi. Ada sebagian umat Islam yang justru membela mati-matian orang yang menista firman Allah. Dengan dalih toleransi semu, mereka rela menggadaikan keimanan dan justru memusuhi orang yang membela kesucian Al-Quran. Mereka tidak sadar bahwa hatinya telah diselimuti kemunafikan karena membela orang yang menghina Al-Quran.
Sekali lagi, mereka tidak sadar bahwa perbuatan itu menjadikannya musuh dalam selimut. Alih-alih membela Islam dengan sepenuh jiwa raga, justru mereka menjadi duri di dalam perjuangan.
Juga ada yang berdalih dengan kenetralan berpikir sehingga tidak memihak siapapun juga. Ia sibuk dengan dunianya sendiri. Tidak ada sedikitpun didalam dirinya ghirah untuk membela Allah dan Rasul-Nya tatkala dihinakan para penista.
Munafik, Duri dalam Tubuh Umat Islam
Siapakah prioritas musuh dalam Al-Quran? Yahudi? Nasrani? atau siapa? Kita bebas menentukan musuh yang paling berbahaya bagi Islam. Namun, Allah sendiri telah memberikan petunjuk bagi umat Islam tentang musuh bebuyutannya. Yaitu orang-orang munafik.
Orang-orang yang secara tidak sadar terjerumus dalam kemunafikan, secara tidak langsung pula ia menjadi musuh bebuyutan umat Islam.
Allah berfirman
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya), maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS.Al-Munafiqun : 4)
Imam Ibnu Al-Qoyyim dalam Madarijus Salikin menjelaskan ayat di atas, “Sesungguhnya kemunafikan adalah penyakit yang parah, tersembunyi. Terkadang seseorang telah terjangkiti penyakit ini. Namun, dia tidak sadar, karena perkara ini sangat tersembunyi bagi manusia. Mayoritas manusia tidak mengerti penyakit ini. Akhirnya ia mengira bahwa sedang melakukan perbaikan, padahal dia sebenarnya sedang berbuat kerusakan.”
Sangat tepat apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkenaan dengan hal ini. Terkadang seseorang itu tidak sadar bahwa ia masuk ke dalam lubang kemunafikan dan apa yang ia lakukan itu justru merusak Islam.
Dalam panggung sejarah, dapat kita telaah secara mendalam bahwa banyak kekalahan umat Islam dalam peperangan disebabkan pengkhianatan munafikin. Kekalahan perang Uhud, runtuhnya Bani Abbasiyah dan Utsmaniyah tak lepas dari pengkhianatan mereka.
Ketika seseorang tidak sadar dirinya telah dihinggapi kemunafikan dan justru ia terus berusaha menjajakan pemikirannya, inilah yang membahayakan kaum muslimin. Kemunafikan jaman jahiliyah dulu tidaklah seperti saat ini. Dulu orang munafik tidak berani menampakkan diri dan belum teroganisir secara rapi. Era ini kemunafikan justru merajalela dan bangga dipertontonkan.
Umat Islam yang masih awam mudah teracuni omongan dari para gembong kemunafikan. Dalih-dalih toleransi mereka gemborkan dan terdepan dalam menolak ditegakkannya syariat Islam. Berbaju Islam, fasih berdalil dengan Al-Quran dan Sunnah tetapi apa yang mereka sampaikan menjadi racun bagi umat Islam.
Tentu hal ini menjadi PR besar bagi umat Islam. Di sisi lain, kaum muslimin patut berbangga karena lewat aksi bela Islam tercipta persatuan yang solid. Namun, peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini menjadi garis pembatas yang jelas, mana umat Islam yang lurus dengan keimanannya dan mana yang cenderung kepada hawa nafsunya. Kecenderungan kepada hawa nafsu ini dapat mengantarkan seseorang dalam kemunafikan tanpa sadar seperti yang dijelaskan di atas.
Menghadapi arus yang deras ini, umat Islam perlu membentengi dengan keimanan yang kuat. Hal itu tentu juga harus dibarengi dengan kemapanan keilmuan yang matang. Umat Islam harus kembali kepada majelis-majelis ilmu. Dengan ilmu, kaum muslimin dapat memilah dan memilih antara yang haq dan batil. Selain itu, mental kaum muslimin sebagai “khoiru ummah” harus ditumbuhkan agar kita menjadi umat yang santun, sopan dalam bergaul tetapi juga dapat bersikap tegas jika dihinakan.
Jangan sampai kaum muslimin kehilangan kehormatannya dengan dalih toleransi dan kenetralan. Islam tidak pernah mengajarkan mencela syariat agama lain, karena Islam cinta akan kedamaian. Begitu pula sebaliknya, Islam tidak memberikan ruang bagi orang yang menistakannya. Inilah wujud toleransi yang sesungguhnya. Jangan hanya diam ketika Islam dihinakan. Memang Islam tidak akan menjadi hina walau dinistakan siapapun juga. Namun, umat Islam akan kehilangan harga dirinya jika hanya diam ketika Al-Quran dihina atau justru berpihak kepada penista. Berhati-hatilah jika kita hanya diam atau berbalik membela penista, jangan-jangan virus kemunafikan telah merasuk ke dalam jiwa. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis : Dhani El_Ashim
Namun, terkadang nalar sehat yang dapat dicerna siapapun yang waras jiwanya ini tidak sejalan dengan fakta yang terjadi. Ada sebagian umat Islam yang justru membela mati-matian orang yang menista firman Allah. Dengan dalih toleransi semu, mereka rela menggadaikan keimanan dan justru memusuhi orang yang membela kesucian Al-Quran. Mereka tidak sadar bahwa hatinya telah diselimuti kemunafikan karena membela orang yang menghina Al-Quran.
Sekali lagi, mereka tidak sadar bahwa perbuatan itu menjadikannya musuh dalam selimut. Alih-alih membela Islam dengan sepenuh jiwa raga, justru mereka menjadi duri di dalam perjuangan.
Juga ada yang berdalih dengan kenetralan berpikir sehingga tidak memihak siapapun juga. Ia sibuk dengan dunianya sendiri. Tidak ada sedikitpun didalam dirinya ghirah untuk membela Allah dan Rasul-Nya tatkala dihinakan para penista.
Munafik, Duri dalam Tubuh Umat Islam
Siapakah prioritas musuh dalam Al-Quran? Yahudi? Nasrani? atau siapa? Kita bebas menentukan musuh yang paling berbahaya bagi Islam. Namun, Allah sendiri telah memberikan petunjuk bagi umat Islam tentang musuh bebuyutannya. Yaitu orang-orang munafik.
Orang-orang yang secara tidak sadar terjerumus dalam kemunafikan, secara tidak langsung pula ia menjadi musuh bebuyutan umat Islam.
Allah berfirman
وَإِذَا رَأَيْتَهُمْ تُعْجِبُكَ أَجْسَامُهُمْ وَإِنْ يَقُولُوا تَسْمَعْ لِقَوْلِهِمْ كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ يَحْسَبُونَ كُلَّ صَيْحَةٍ عَلَيْهِمْ هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
Imam Ibnu Al-Qoyyim dalam Madarijus Salikin menjelaskan ayat di atas, “Sesungguhnya kemunafikan adalah penyakit yang parah, tersembunyi. Terkadang seseorang telah terjangkiti penyakit ini. Namun, dia tidak sadar, karena perkara ini sangat tersembunyi bagi manusia. Mayoritas manusia tidak mengerti penyakit ini. Akhirnya ia mengira bahwa sedang melakukan perbaikan, padahal dia sebenarnya sedang berbuat kerusakan.”
Sangat tepat apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkenaan dengan hal ini. Terkadang seseorang itu tidak sadar bahwa ia masuk ke dalam lubang kemunafikan dan apa yang ia lakukan itu justru merusak Islam.
Dalam panggung sejarah, dapat kita telaah secara mendalam bahwa banyak kekalahan umat Islam dalam peperangan disebabkan pengkhianatan munafikin. Kekalahan perang Uhud, runtuhnya Bani Abbasiyah dan Utsmaniyah tak lepas dari pengkhianatan mereka.
Ketika seseorang tidak sadar dirinya telah dihinggapi kemunafikan dan justru ia terus berusaha menjajakan pemikirannya, inilah yang membahayakan kaum muslimin. Kemunafikan jaman jahiliyah dulu tidaklah seperti saat ini. Dulu orang munafik tidak berani menampakkan diri dan belum teroganisir secara rapi. Era ini kemunafikan justru merajalela dan bangga dipertontonkan.
Umat Islam yang masih awam mudah teracuni omongan dari para gembong kemunafikan. Dalih-dalih toleransi mereka gemborkan dan terdepan dalam menolak ditegakkannya syariat Islam. Berbaju Islam, fasih berdalil dengan Al-Quran dan Sunnah tetapi apa yang mereka sampaikan menjadi racun bagi umat Islam.
Menghadapi arus yang deras ini, umat Islam perlu membentengi dengan keimanan yang kuat. Hal itu tentu juga harus dibarengi dengan kemapanan keilmuan yang matang. Umat Islam harus kembali kepada majelis-majelis ilmu. Dengan ilmu, kaum muslimin dapat memilah dan memilih antara yang haq dan batil. Selain itu, mental kaum muslimin sebagai “khoiru ummah” harus ditumbuhkan agar kita menjadi umat yang santun, sopan dalam bergaul tetapi juga dapat bersikap tegas jika dihinakan.
Jangan sampai kaum muslimin kehilangan kehormatannya dengan dalih toleransi dan kenetralan. Islam tidak pernah mengajarkan mencela syariat agama lain, karena Islam cinta akan kedamaian. Begitu pula sebaliknya, Islam tidak memberikan ruang bagi orang yang menistakannya. Inilah wujud toleransi yang sesungguhnya. Jangan hanya diam ketika Islam dihinakan. Memang Islam tidak akan menjadi hina walau dinistakan siapapun juga. Namun, umat Islam akan kehilangan harga dirinya jika hanya diam ketika Al-Quran dihina atau justru berpihak kepada penista. Berhati-hatilah jika kita hanya diam atau berbalik membela penista, jangan-jangan virus kemunafikan telah merasuk ke dalam jiwa. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis : Dhani El_Ashim
Source: kiblat.net
No comments:
Post a Comment